Minggu, 09 November 2014

SEJARAH ASAL USUL SUKU GELA DI WAIHELAN

Sejarah dan asal-usul Suku Gela di Desa Bukit Seburi II

Suku Gela merupakan salah satu suku yang lahir dari sebuah peperangan besar antara masyarakat Hoko Horowura di adonara barat dan Masyarakat lama bolang di wilayah adonara bagian timur dalam perebutan wilayah di bagian timur bukit seburi. Dalam proses peperangan tersebut masyarakat hoko horowura terjepit dengan serangan bertubi-tubi dari lama bolang. Pada kesempatan itu para pemimpin perang dari hoko horowura meminta bantuan dari lewo selan buli lolon (waihelan) melalui seorang pimpinan perang Masan Ola tuan dari suku sodi (salah satu dari tuju suku di kewewa wuhun). Permintaan itu pun dikabuli demi menjaga kawasan ile woka seburi dari penguasaan orang lain. Dalam penuturan oleh masan ola tuan menyuruh para bala tentara dari hoko horo wura mendahuluinya dan bertempur dari arah hoko horo wuar sementara Masan ola Tuan pergi keara korak dan menunggu di jalur peperangan. Saat proses perang sedang berjalan, bala tentara lama bolang dan sekutunya suda sampai du perbatasan kampung hoko horowura,, namun kenyataan berbicara lain. Masan ola tuan dengan segalah kekuatannya membunuh dari belakang semuah bala tentara dari lama bolang dan sekutunya. Melihat situasi di belakang pertahanan lawan suda lemah maka dengan membabi buta prajurit hoko horo wura melakukan serangan maju dan mengejar mereka namun tak di sangka bahwa dari arah berlawanan masan ola tuan dengan segalah kekauatannya membunuh semua prajurit yang di dapatinya. Dalam pembunuhan tersebut masan ola tuan menemukan seorang anak kecil di antara prajurit perang lama bolang, dia menaru ibah dan sebagai seorang patriot dia tidak melakukan pembunuhan terhadap anak itu. Karena dari arah depan masyarakat hoko horowura terus mengejar maka masa ola tuan memotong pisang hutan (kela,king) untuk menyembunyikan anak itu yang sempat memberitahukan namanya yaitu Gela. Seusai perang semua bala tentara dari hoko horowura kembali ke kampungya. Masan ola tuan juag kembali ke kampungnya waihelan dengan membawah anak kecil (Gela) melewati korak lalu sampailah mereka di 'wai Mea' untuk mencuci peralatan perang mereka. Kemudian perjalanan selanjutnya sampailah mereka di sebuah tempat di pinngir agak jauh dari kampung,, sesuai dengan tradisi perang maka sebelum masuk kekampung mereka melakukan ritual untuk membersihkan jiwa dan raga mereka dari segalah ktoroan perang dan proses ritual itu dinamakan 'Hoak wuhu kwete noon knube gala'. Tempat itupun akhirnya dinamakan "hedek Wuhu" smpai sekarang. Konon dikatakan wuhu kwete yng di simpan disitu tumbuh menjadi rumpun bambu yang besar dan di katakan bahwa jika ada tumbuh tunas muda dari bambu itu maka pasti ada orang di suku gela sedang mengandung anak laki-laki.
Perjalanan selanjutnya adalah masuk kedalam kampung melalui bentangan ile woka seburi lima dan sampailah mereka di wote,, disitu mereka mulai lapar dan disitu hanya ada mangga yang berbuah lebat,, dengan segalah kekuatannya masa ola tuan menghentakan kakinya dan semuah buah, dan daun dari mangga itu jatuh berguguran. Setela makan mereka turun dan melewati tempat tebing menuju kerah kampung disitu tempat tumbuh aur (au) yang berjejer dari watobelowhe dan tempat itu di tunjukan oleh masan ola tuan kepada gela bahwa ini 'au wakon" (batas dari rumpun aur). Melewati tebing sampailah mereka di waihelan.
Penuturan selanjutnya bahwa anak tersebut hidup menjadi 'kelekat' suku sodi dalam segelah proses kehidupan di waihelan. Anak itu pun tumbuh dewasa dan menika dengan seorang perempuan (penuturan hilang) dan melahirkan beberapa orang anak (penuturan hilang). Di kewewa wuhun sebagai kampung utama ada satu suku yang sudah punah (kepo). Krna kepentingan untuk memperkuat keberadaan lewo yang mengharuskan tujuh suku maka dari enam suku tersebut bersepkat untuk menjadika keluaraga gela sebagai pengganti suku yang sudah punah dan membangun rumahnya di kewewa wuhun dan menjadi suku yang sah dan suku yang bungsu.
Pada penuturan selanjutnya di ceritakan bahwa ketruruna dari nenek moyang Gela akhirnya melahirkan ke generasi yang kabur penuturannya yaitu Boli, Pehan dan Gela. Gela mengambil istri dan tinggal di waiwadan di kawasan tanapuken sampai ketebing bawah yang berbatasan dengan riang duli. Gela tidak mempunya anak laki2 dan memiliki beberapa anak perempuan (kabur penuturannya). Boli mengambil istri nenek kidi dari suku Nara (kebele) dan Nenek Kewa dari Tapo bali (muda tonu). Bele pehan juga mengambil istri dari (belum lengkap) dan meperanakan 3 laki2 dan seorang perempuan. Sedangkan bele Boli meperanakan 6 orang yaitu 4 orang perempuan dengan 2 org laki2 dari istrinya nenek Kidi dan dari istrinya Nenek kewa melahirkan 4 orang laki2. ....Bersambung .....

(Sebuah pengantar untuk mengungkapkan kebenaran)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar